JEMBER (27/1/2014), Fakultas
Sastra memulai tahun 2014 dengan gairah baru seiring dengan kedatangan 2 doktor
baru yang berhasil mempertahankan desertasinya di hadapan para penguji. Dua
doktor Fakultas Sastra berasal dari Jurusan Ilmu Sejarah Dr. Eko Cryss ,M.Hum.
dari Program Pascasarjana Universitas Udayana Bali dan Jurusan Sastra Inggris
Dr. Ikwan Setiawan, S.S.,M.A. dari Program Pascasarjana Kajian Budaya dan Media
Universitas Gadjah Mada.
Dr. Eko Crys Endrayadi, S.S.,
M.Hum. mempertahankan desertasinya dalam Promosi Doktor yang diselenggarakan
pada hari Rabu, 18 September 2013 bertempat di Gedung Program Pascasarjana
Lantai III Universitas Udayana.
Desertasi yang berjudul Perjuangan Identitas Komunitas Sedulur Sikep
Di Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah
berhasil dipertahankannya di hadapan para penguji yang diketuai oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,
Sp.S (K) dengan anggota Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A., Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan,
S.U., Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H.,
M.S., Dr. Putu Sukardja, M.Si., Prof. Dr. I Made Suastika, S.U., Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S.,
Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U., Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S., dan Dr. I. Gede Mudana, M.Si.
Berdasarkan
hasil penelitian perjuangan identitas komuntias Sedulur Sikep di Kabupaten
Pati Provinsi Jawa Tengah dari sudut kajian budaya (cultural studies),
maka dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, bahwa identitas
komunitas Sedulur Sikep di Kabupaten Pati Provinsi Jawa Tengah, dewasa
ini merupakan hasil wacana dialogis komunitas Sedulur Sikep dan
komunitas non-Sedulur Sikep walaupun terdapat perbedaan bentuk identitas
komunitas Sedulur Sikep menurut pandangan komunitas Sedulur Sikep
dengan pandangan komunitas non-Sedulur Sikep. Perbedaan tersebut
terletak pada interpretasi lanjutan dari sejumlah ciri identitas komunitas Sedulur
Sikep yang mengandung stereotipe negatif oleh komunitas non-Sedulur
Sikep. Berdasarkan deskripsi munculnya perjuangan identitas komunitas Sedulur
Sikep, maka komunitas Sedulur Sikep melakukan berbagai bentuk
perjuangan agar posisinya tidak dianggap rendah oleh komunitas lainnya. Bentuk
perjuangan tersebut dilakukan di dalam praktik keseharian, seperti pendidikan,
interaksi sosial kemasyarakatan, perkawinan, keagamaan, dan pelestarian sumber
daya alam. Kedua, berdasarkan analisis faktor perjuangan identitas
komunitas Sedulur Sikep diperoleh bahwa faktor pendorong munculnya
perjuangan identitas komunitas Sedulur Sikep adalah faktor eksternal,
yaitu aspek politik dan ekonomi serta faktor internal, yaitu aspek sosial
budaya dan aspek keteladanan botoh Sedulur Sikep. Ketiga, perjuangan
identitas komunitas Sedulur Sikep telah berhasil membongkar makna lama
yang negatif, sekaligus menampilkan makna baru yang positif terkait dengan
eksistensi komunitas Sedulur Sikep. Makna baru tersebut, antara lain
makna sebagai komunitas adat, makna kesetaraan, dan makna penguatan solidaritas
di antara komunitas Sedulur Sikep. Adapun kaitan makna baru dalam hak
menyatakan pendapat dan demokrasi, makna kesejahteraan dan kelestarian
lingkungan, serta makna kebebasan beragama dan melaksanakan keyakinan
kepercayaan menunjukkan bahwa secara perlahan hak-hak komunitas Sedulur
Sikep tersebut, mulai diakui walaupun belum signifikan. Terutama menyangkut
hak kebebasan beragama karena keyakinan agama Adam belum diakui menjadi agama
resmi di Indonesia.
Dr. Ikwan Setiawan, S.S.,M.A.
mempertahankan desertasinya pada Ujian Terbuka Promosi Doktor pada tanggal 22
Januari 2014 dengan judul Membuka Layar Impian: Budaya Postkolonial dalam
Film Indonesia Era 2000-an di depan sembilan penguji yang terdiri atas Ketua
Prof. Dr. Hartono, DEA.,DESS dengan anggota Tim Promotor Prof. Dr. Faruk H.T. dan
Dr. Budiawan, Tim Penguji: Prof. Dr. Heru Nugroho, Dr. Wening Udasmoro, DEA.,
M.Hum., Dr. Ratna Noviani, Novita Dewi, Ph.D., Dr. Aprinus Salam, dan Dr. Wisma
Nugraha Ch. R., M.Hum. dengan predikat Clumlauder. Inti dari desertasi
Dr. Ikwan Setiawan, S.S.,M.A. bahwa poskolonial dalam artian bagaimana
hibriditas cultural yang dimaknai-kembali oleh para sineas untuk menegosiasikan
individualism di tengah-tengah iklim pasar bebas. Tentu saja bukan hanya
persoalan-persoalan poskolonialitas cultural yang bisa dibaca dengan
mendialogkan beberapa pendekatan. Persoalan poskolonialitas terkait dimensi
politik, ekonomi, hukum, ekologis, gender, konsumersime, keagamaan, etnisitas,
maupun lokalitas di tengah-tengah pasar bebas merupakan basis diskursif bagi
lahirnya kajian-kajian kritis yang bisa berimplikasi bagi munculnya
konsepsi-konsepsi teoritis dan kerangka metodologis baru yang semakin
memperkaya kajian budaya atau media di Indonesia.